Kamis, 24 Maret 2011

Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah


JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur Kepulauan Riau (non aktif), Ismeth Abdullah, divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/8/2010). Ismeth terbukti bersalah melakukan penunjukan langsung dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam proyek pengadaan enam mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam tahun 2004 dan 2005.

Selain divonis penjara dua tahun, Ismeth juga diharuskan membayar denda senilai Rp 100 juta atau harus menggantinya dengan hukuman penjara selama tiga bulan.

Ketua Majelis Hakim, Tjokorda Rae Suamba, menyatakan, Ismeth telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 3 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," tutur Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin siang.

Dalam menjatuhkan vonis itu, majelis hakim telah menimbang dakwaan jaksa penuntut umum, pembelaan tim kuasa hukum Ismeth, dan fakta hukum yang terungkap di persidangan, seperti keterangan saksi-saksi dan barang bukti.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai bahwa Ismeth yang pada saat pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) tahun 2004-2005 menjabat sebagai Ketua Otorita Batam telah terbukti bersalah. Ia melakukan penunjukan langsung terhadap PT Satal Nusantara milik Hengky Samuel Daud dengan total nilai proyek Rp 19,8 miliar.

Selain itu, majelis hakim juga menilai bahwa Ismeth telah menggunakan wewenang dan sarana karena jabatan dan kedudukannya dalam memberikan disposisi ataupun penyetujuan terhadap proyek pengadaan mobil damkar tersebut sehingga menguntungkan beberapa pihak. Pihak yang dimaksud antara lain PT Satal milik Hengky Samuel Daud senilai Rp 2,6 miliar, Sofyan Usman Rp 504 juta, M Yunus Rp 72 juta, Mohamad Priyanto Rp 54 juta, dan Ujang Ujana Rp 50 juta.

Menanggapi vonis tersebut, Ismeth melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir untuk melakukan banding. Seperti diketahui sebelumnya, Ismeth selaku Ketua Otorita Batam dianggap terbukti memperkaya orang lain dan menyalahgunakan kewenangannya dalam pengadaan enam mobil damkar dengan penunjukan langsung ke perusahaan milik (alm) Hengky Samuel Daud, PT Satal Nusantara, pada 2004-2005, yang merugikan negara Rp 5,4 miliar. (Tribunnews.com/Samuel)

Biografi Munir


Siapakah Munir? Seorang Pahlawan HAM




Munir Said Thalib

Dengan nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965 dan meninggal pada 7 September 2004 di pesawat Garuda Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura. Ia meninggal karena terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Pria keturunan Arab lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh para aktivitis, LSM, hingga dunia internasional.

Tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.

Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.

Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dari Yayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998).

Kasus-Kasus Penting yang Pernah ditangani Munir

  1. Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
  2. Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
  3. Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  4. Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  5. Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus kerusuhan PT. Chief Samsung; 1995
  6. Penasehat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  7. Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
  8. Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998 –> [Danjen Koppasus]
  9. Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  10. Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
  11. Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  12. Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
  13. Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)

Dan masih banyak sekali kontribus (alm) Munir dalam penanganan kasus-kasus yang menyangkut pembelaan Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Sipil yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

*Kasus yang di’bold‘ merupakan dugaan-dugaan saya para pelaku [pihak yang merasa akan dirugikan oleh Munir] dibalik pembunuhan Munir. Mereka merasa ‘suara’ Munir yang membela para korban kekersaan dan kekejaman terlalu berbahaya bagi eksistensi kekuasan mereka.

Kronologi Kematian Munir

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di Bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Persidangan Pembunuhan Munir

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Lalu pada 6 Juni 2008, mantan Komandan Kopassus TNI Angkatan Darat dan juga mantan Deputi BIN, Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono ditangkap oleh polisi sebagai tersangka pembunuhan Munir. Selama beberapa bulan persidangan, akhirnya pada tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas Muchdi Pr.